Sunday 17 March 2013

Salah Satu Peraturan Bank Indonesia Tentang Perbankan

Peraturan Bank Indonesia Nomor : 14/27/PBI/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum I. Latar Belakang Dengan adanya dinamika nasional, regional maupun global yang diiringi dengan perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi bank yang semakin kompleks, sehingga berpotensi akan meningkatkan peluang bagi para pelaku kejahatan untuk menyalahgunakan fasilitas dan produk perbankan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, dengan modus operandi yang lebih canggih. Selain itu, Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) juga mengalami penyesuaian sehingga menjadi lebih komprehensif dalam mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Sehubungan dengan hal tersebut, Ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum yang selama ini diterapkan, dinilai perlu disesuaikan dalam rangka harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan standar internasional. Penyesuaian pengaturan tersebut antara lain meliputi: Pengaturan mengenai transfer dana. Pengaturan mengenai area berisiko tinggi. Pengaturan Customer Due Dilligence (CDD) sederhana khususnya dalam rangka mendukung dengan strategi nasional dan global keuangan inklusif (financial inclusion). Pengaturan mengenai Cross Border Correspondent Banking. II. Pokok-pokok pengaturan Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris Pengawasan aktif Direksi paling kurang mencakup: memastikan Bank memiliki kebijakan dan prosedur program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT); mengusulkan kebijakan tertulis program APU dan PPT kepada Dewan Komisaris; memastikan penerapan program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan; membentuk unit kerja khusus yang melaksanakan program APU dan PPT dan/atau menunjuk Pejabat yang bertanggungjawab terhadap Program APU dan PPT di Kantor Pusat; melakukan pengawasan atas kepatuhan satuan kerja dalam menerapkan program APU dan PPT; memastikan bahwa kantor cabang wajib memiliki unit kerja khusus dan memiliki: pegawai yang menjalankan fungsi unit kerja khusus; atau pejabat yang mengawasi penerapan program APU dan PPT. memastikan bahwa kantor cabang dengan kompleksitas usaha yang tinggi memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf f di atas dan terpisah dari satuan kerja yang melaksanakan kebijakan dan prosedur program APU dan PPT. memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai program APU dan PPT sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan teknologi Bank serta sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan memastikan bahwa seluruh pegawai, khususnya pegawai dari unit kerja terkait dan pegawai baru, telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan program APU dan PPT secara berkala. Sementara itu, Pengawasan aktif Dewan Komisaris paling kurang mencakup: persetujuan atas kebijakan penerapan program APU dan PPT; dan pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap penerapan program APU dan PPT Kebijakan dan prosedur Dalam menerapkan program APU dan PPT, Bank wajib memiliki pedoman pelaksanaan Program APU dan PPT yang memuat kebijakan dan prosedur tertulis paling kurang mencakup: permintaan informasi dan dokumen; Beneficial Owner; verifikasi dokumen; CDD yang lebih sederhana; penutupan hubungan dan penolakan transaksi; ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP; pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga; pengkinian dan pemantauan; Cross Border Correspondent Banking; transfer dana; penatausahaan dokumen; dan pelaporan kepada PPATK Pengendalian Intern Bank wajib memiliki sistem pengendalian intern yang efektif. Dalam memastikan efektivitas penerapan program APU dan PPT oleh Bank, Bank mengoptimalkan satuan kerja Audit Intern yang telah ada antara lain untuk melakukan uji kepatuhan (termasuk penggunaan sample testing) terhadap kebijakan dan prosedur yang terkait dengan program APU dan PPT Pelaksanaan sistem pengendalian intern yang efektif antara lain dibuktikan dengan: dimilikinya kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal yang memadai; adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait dengan penerapan program APU dan PPT; dan dilakukannya pemeriksaan untuk memastikan efektivitas pelaksanaan program APU dan PPT oleh satuan kerja audit intern. Sistem informasi manajemen Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah Bank. Sistem informasi tersebut harus dapat memungkinkan Bank untuk menelusuri setiap transaksi (individual transaction) apabila diperlukan, baik untuk keperluan intern dan atau Bank Indonesia, maupun dalam kaitannya dengan kasus peradilan. Selain itu, Bank wajib memiliki dan memelihara profil Nasabah secara terpadu (Single Customer Identification File), yang merupakan data profil Nasabah yang mencakup seluruh rekening yang dimiliki oleh satu Nasabah pada suatu Bank antara lain tabungan, deposito, giro dan kredit, serta memiliki dan memelihara profil WIC. Sumber daya manusia dan pelatihan Untuk mencegah digunakannya Bank sebagai media atau tujuan pencucian uang atau pendanaan terorisme yang melibatkan pihak intern Bank, Bank wajib melakukan: prosedur penyaringan dalam rangka penerimaan karyawan baru (pre employee screening); dan pengenalan dan pemantauan terhadap profil karyawan. Pemanfaatan jasa perbankan sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme dimungkinkan juga melibatkan karyawan Bank itu sendiri. Dengan demikian untuk mencegah ataupun mendeteksi terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan melalui lembaga perbankan perlu diterapkan Know Your Employee (KYE) yang diantaranya adalah melalui prosedur pre employee screening, pengenalan dan pemantauan profil yang mencakup karakter, perilaku dan gaya hidup karyawan. Bank wajib menyelenggarakan pelatihan yang berkesinambungan tentang: implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program APU dan PPT; eknik, metode, dan tipologi pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan Kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT serta peran dan tanggungjawab pegawai dalam memberantas pencucian uang atau pendanaan terorisme. Penerapan Program APU dan PPT bagi Kantor Cabang dari Bank yang Berbadan hukum Indonesia di luar negeri Dalam hal ini berlaku ketentuan sebagai berikut: Bank yang berbadan hukum Indonesia wajib meneruskan kebijakan dan prosedur program APU dan PPT ke seluruh jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri, dan memantau pelaksanaannya. Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor Bank memiliki peraturan APU dan PPT yang lebih ketat, maka kantor Bank dimaksud wajib tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas negara dimaksud. Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor Bank belum mematuhi rekomendasi FATF atau sudah mematuhi namun standar Program APU dan PPT yang dimiliki lebih, kantor Bank dimaksud wajib menerapkan Program APU dan PPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Dalam hal penerapan Program APU dan PPT mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat kedudukan kantor Bank berada maka pejabat kantor Bank di luar negeri tersebut wajib menginformasikan kepada kantor pusat Bank dan Bank Indonesia. Pelaporan Dalam menerapkan program APU dan PPT, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia penyesuaian action plan pelaksanaan program APU dan PPT dalam laporan pelaksanaan tugas Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan pada bulan Juni 2013; penyesuaian Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) paling lambat 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia; laporan rencana kegiatan pengkinian data disampaikan setiap tahun dalam Laporan Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan bulan Desember; dan laporan realisasi pengkinian data disampaikan setiap tahun dalam laporan pelaksanaan tugas Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan bulan Desember. Sanksi Terdapat pengenaan sanksi administratif terhadap kewajiban penyampaian pedoman dan laporan berupa: kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan dan setinggi-tingginya Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Selain itu, terhadap Bank yang: tidak melaksanakan komitmen penyelesaian hasil temuan pemeriksaan Bank Indonesia dalam kurun waktu 2 (dua) kali pemeriksaan; dan/atau tidak melaksanakan komitmen yang telah dituangkan dalam action plan dan/atau rencana kegiatan pengkinian data, tidak melaksanakan kebijakan dan prosedur yang tertuang dalam pedoman pelaksanaan program APU dan PPT yang berdampak signifikan terhadap pelaksanaan program APU dan PPT, dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, maka Peraturan Bank Indonesia No.11/28/PBI/2009 mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5032), dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Seluruh ketentuan Bank Indonesia yang mengacu kepada ketentuan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum selanjutnya mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia ini, kecuali diatur tersendiri. Komentar : menurut saya dengan adanya peraturan tersebut bisa mencegah adanya tindakan kriminal seperti pencurian atau terorisme terhadap bank, jika begitu masyarakat bisa merasa nyaman ketika bertransaksi di bank

Tugas & Fungsi Bank Indonesia dalam Perbankan Indonesia

A. Fungsi Bank Indonesia Fungsi pokok utama bank ada tiga yaitu (1) menghimpun dana dari masyarakat, (2) menanamkan dana yang dikelola kedalam berbagai aset produktif, misalnya dalam bentuk kredit, dan (3) memberikan jasa layanan lalu-lintas pembayaran dan jasa layanan perbankan lainnya. Dengan fungsi itu, bank berperan sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan dua pihak yang berbeda kepentinganya yakni pihak yang menyalurkan dan dan pihak yang membtuhkan dan. Baik dalam penghimpunan dan penanaman dana, maupun dalam pelayanan transaksi keuangan dan lalu-lintas pembayaran. B. Tugas Bank Indonesia Dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan , maka tugas Bank Indonesia meliputi tiga hal 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Dalam hal ini, Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri. a. Operasi Pasar Terbuka Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga. b. Penetapan Cadangan Wajib Minimum Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya. c. Peran sebagai Lender of The Last Resort Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman. d. Kebijakan Nilai Tukar Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan. e. Pengelolaan Cadangan Devisa Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri Pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik. f. Kredit Program Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup tugas Bank Indonesia. Tugas pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia. Bank Indonesia di beri kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian jumlah uang yang beredar dengan menggunakan berbagai intrumen kebijakan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu. Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran. Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent. Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia. Dengan menerapkan system pembayaran yang lancar dan aman merupakan salah satu prasayarat dalam keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan moneter. Sehubungan dengan hal tersebut Bank Indonesia mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran melalui system kewenangan dalam menetapkan penggunaaan alat pembayaran dan mengatur penyelenggaraan jasa system pembayaran. 3. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank Tugas mengatur dan mengawasi bank merupakan salah satu tugas yang penting khususnya dalam rangka menciptakan system perbankan yang pada akhirnya dapat mendorong efektivitas kebijkan moneter. Perbankan selain menjalankan fungsi intermediasi, juga berfungsi sebagai media transmisi kebijakan moneter serta pelayan jasa system pembayaran. Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Visi & Misi Bank Indonesia

1. Visi Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. 2. Misi Mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

Status & Kedudukan Bank Sentral (Bank Indonesia)

Sebagai Lembaga Negara yang Independen Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No.6 /2009.Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Sebagai Badan Hukum Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

Kegiatan Operasional Bank

1. Bank Konvensional Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman. Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil. Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek. Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya. 2. Bank Syariah Sekarang ini banyak berkembang bank syariah. Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah. a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah). c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah). d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah). e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.

Tugas & Fungsi Bank

Tugas Bank a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 1. Menetapkan sasaran monter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkannya. 2. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara termasuk tetapi tidak terbatas pada : - Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik rupiah maupun valuta asing - Penetapan tingkat diskonto - Penetapan cadangan wajib minimum dan - Pengaturan kredit dan pembiayaan b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran 1. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas jasa sisa pembayaran 2. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya 3. Menetapkan penggunaan alat pembayaran c. Mengatur dan mengawasi bank Fungsi Bank Fungsi bank secara umum adalah menghimpun dana dari masyrakat luas(funding) dan menyalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit(lending) untuk berbagai tujuan. Tetapi sebenarnya fungsi bank dapat dijelaskan dengan lebih spesifik seperti yang diungkapkan oleh Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso (2006), yaitu sebagai berikut : - Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. - Agent of Development Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. - Agent of Service Selain menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat seperti jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, dll.

Klasifikasi Bank

1. Berdasarkan fungsi atau status operasi - Bank Sentral - Bank Umum atau Bank Komersial - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) - Bank Tabungan - Bank Pembangunan 2. Berdasarkan kepemilikan - Bank Milik Negara - Bank Pemerintah Daerah - Bank Swasta Nasional - Bank Swasta Asing - Bank Umum Campuran - Bank Koperasi 3. Berdasarkan kemampuan mengedarkan uang - Bank Primer - Bank Sekunder 4. Berdasarkan segi penyediaan jasa - Bank Devisa - Bank Non Devisa Bank dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria, antara lain sebagai berikut : 1. Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi a. Bank Sentral Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain: - Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan; - Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan; - Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan; - Sebagai banker’s bank atau lender of last resort; - Memelihara stabilitas moneter; - Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi; - Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat. Pada Bab II Pasal 4 point 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Kemudian pada pasal 8 disebutkan tentang tugas-tugas BI adalah: - Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; - Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; - Mengatur dan mengawasi bank. b. Bank Umum atau Bank Komersial Pada Pasal 1 (butir 3) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Dengan demikian ada dua cara yang dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan usahanya, yaitu: a. Secara konvensional. Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktekkan dalam dunia perbankan pada umumnya, yaitu menggunakan instrumen “bunga” (interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada penabung, deposan, atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa atau biaya bunga juga kepada debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih tinggi. b. Prinsip Syariah Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Dengan adanya prinsip syariah ini, tentunya memberikan keleluasaan bagi dunia perbankan nasional dalam memobilisasi dana masyarakat. Sedang bagi masyarakat yang ingin menyimpan dana di bank, maka prinsip syariah ini merupakan alternatif pilihan lain. Mengenai bentuk hukum suatu bank umum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 point 1 UU Nomor 10 Tahun 1998, dapat berupa: Perseroan Terbatas; Koperasi; atau Perusahaan Daerah. Usaha Bank Umum Pada Pasal 6 UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, disebutkan secara rinci mengenai usaha bank. Dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, maka usaha bank umum meliputi: - menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; - memberikan kredit; - menerbitkan surat pengakuan hutang; - membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya; - surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; - surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; - kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; - Sertifikat Bank Indonesia (SBI); - Obligasi; - surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; - instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; - memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; - menempatkan dana bank, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakansurat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; - menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; - menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; - melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; - melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; - melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; - menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; - melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bank Perkreditan Rakyat (BPR); Pada Pasal 1 (butir 4) UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Pada Bagian Ketiga Pasal 13 UU No.7 Tahun 1992 yang menyangkut Usaha Bank Perkreditan Rakyat, dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan bahwa “Usaha BPR meliputi: - menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; - memberikan kredit; - menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; - menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. Selanjutnya pada Pasal 14 UU Nomor 7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa “BPR dilarang: - menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; - melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing; - melakukan penyertaan modal; - melakukan usaha perasuransian; - melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. Pada Pasal 58 UU Nomor 7 Tahun 1992, juga disebutkan mengenai macam-macam bank atau lembaga kredit yang diberi status sebagai BPR, yaitu: Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan UU ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2. Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan a. Bank Milik Negara Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999, lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya. b. Bank Pemerintah Daerah Adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. c. Bank Swasta Nasional Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993. d. Bank Swasta Asing Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e. Bank Umum Campuran Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri. 3. Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa a. Bank Devisa Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional. b. Bank Non Devisa Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.

Pengertian Bank

Menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berikut ada beberapa pengertian bank : 1. Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com